• twitter

  • Anda Pengunjung ke

  • Data Klimatologi, Stasiun Klimatologi Borobudur

    Jumlah Curah Hujan Tahun 2011
    No BULAN CURAH HUJAN
    1 Januari 358,0 mm
    2 Februari 139 mm
    3 Maret 175,55 mm
    4 April 193 mm
    5 Mei 109,0 mm
    6 Juni 0 mm
    7 Juli 7,5 mm
    8 Agustus 0 mm
    9 September
    10 Oktober
    11 November
    12 Desember
  • Jumlah Penguapan Panci Terbuka Tahun 2011
    No Bulan Penguapan
    1 Januari 101,92 mm
    2 Februari 94,31mm
    3 Maret 111,99 mm
    4 April 100,88 mm
    5 Mei 137,28 mm
    6 Juni 118,12 mm
    7 Juli 136,96 mm
    8 Agustus 143,28 mm
    9 September
    10 Oktober
    11 November
    12 Desember
  • Rata-rata Kelembapan Tahun2011
    No Bulan Kelembapan
    1 Januari %
    2 Februari %
    3 Maret 81 %
    4 April 83 %
    5 Mei 81%
    6 Juni 79 %
    7 Juli 75 %
    8 Agustus 74 %
    9 September
    10 Oktober
    11 November
    12 Desember
  • Rata-rata Temperatur Udara (oC) Tahun2011
    No Bulan Temperatur
    1 Januari
    2 Februari
    3 Maret 26,1
    4 April 26,3
    5 Mei 26,5
    6 Juni 25,1
    7 Juli 25,9
    8 Agustus 24,8
    9 September
    10 Oktober
    11 November
    12 Desember
  • Basmi Tikus Kantor
  • Mei 2024
    S S R K J S M
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  
  • Kategori

Kajian Pengembangan Bahan Konservasi Mortar Tradisional

ABSTRAK

 

KAJIAN PENGEMBANGAN BAHAN KONSERVASI MORTAR TRADISIONAL (HYDRAULIC MORTAR)

 

Oleh:

Arif Gunawan

Nahar Cahyandaru, S.Si

Rony Muhammad, S.T

 

 

Latar belakang ; penggunaan bahan mortar untuk menutup nat antar batu-batu candi pada pemugaran I. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya tahan dan dampak mortar tradisional terhadap batu. Selain itu juga untuk mengetahui komposisi mortar epoksi modifikasi yang paling sesuai dengan sifat alami batu dan sifat-sifat fisik serta ketahanannya.

Metode ; Membuat beberapa mortar tradisional dan mortar berbahan epoksi resin yang dimodifikasi dengan beberapa variasi campuran. Masing-masing mortar diuji secara fisik untuk mengetahui kekuatan dan ketahannya.

Hasil ; Semua sampel mortar tradisional mempunyai karakteristik dan sifat fisik yang hampir sama baik dalam kekerasan, porositas, kekuatan dan daya tahan terhadap perubahan cuaca. Untuk mortar epoksi yang paling baik adalah mortar epoksi dengan bahan sikadur. Mortar dengan bahan sikadur mempunyai nilai porositas dan koefisien kapilaritas lebih besar bila dibandingkan dengan mortar epoksi lainnya

Kesimpulan ; Mortar tradisional maupun mortar epoksi mempunyai daya tahan yang baik terhadap perubahan cuaca, namun untuk kekuatannya mortar epoksi lebih kuat bila dibandingkan dengan mortar tradisional. Untuk aplikasi pada bangunan cagar budaya perlu dilakukan kajian lebih lanjut khususnya mortar epoksi karena belum diketahui dampak jangka panjang yang ditimbulkan terhadap batu.

Jenis Kerusakan BCB dari Perunggu

Perunggu merupakan logam campuran. Komposisinya terdiri atas tembaga (Cu) dan timah putih (Sn), ditambah logam lain seperti seng (Zn) dan timah hitam (Pb) dalam jumlah sedikit. Biasanya mengandung 75 % – 85 % unsur tembaga, dan 15 % – 25 % timah putih.

kerusakan perunggu biasanya disebabkan oleh kondisi lingkungan. unsur tembaga yang terdapat di dalam perunggu sangat peka terhadap kelembaban yang tinggi.

Menurut penyebabnya bentuk korosi pada perunggu dikelompokkan sebagai berikut:

Klorida
a. Atacamite atau Cupri Chlorida, Cu2(OH)2Cl, warna hijau kehitam-hitaman
b. Paratamite atau Basic Cipric Chlorida, Cu Cl2 3Cu(OH)2, warna hijau pucat
c. Nantokit atau Cuprus Chlorida, CuCl, warna abu-abu pucat berminyak

Karbonat
a. Malakit atau kupri karbonat utama, CuCO3Ca(OH)2, warna hijau tua
b. Azurit , 2 CuCO3Ca(OH)2, warna hijau tua

Oksida
a. Kuprus Oksida, Cu2O, berwarna merah
b. Kupri Oksida, CuO, berwarna merah

Sulfat
a. Copper sulfat, Cu4SO4(OH)6, warna hijau cerah

BIMBINGAN TEKNIS SISTEM PENDOKUMENTASIAN LABORATORIUM

25-26 Mei 2010

Balai Konservasi Peninggalan Borobudur mengadakan Bimbingan Teknis Sistem Pendokumentasian Laboratorium bertujan untuk mengetahui standar prosedur analisis laboratorium serta mengetahui sistem manajemen mutu laboratorium dan sistem pendokumentasiannya. Kegiatan tersebut diharapkan dapat membuka wawasan kita mengenai pengelolaan laboratorium sehingga kedepannya laboratorium Balai Konservasi Peninggalan Borobudur dapat diajukan sebagai laboratorium konservasi yang terakreditasi.

Kegiatan Bimbingan Teknis ini diikuti oleh tenaga teknis dari Balai Konservasi Peninggalan Borobudur, perwakilan dari beberapa UPT di lingkungan Direktorat Peninggalan Purbakala, serta dari jurusan Arkheologi UGM. Nara sumber dalam kegiatan ini adalah dari KAN dan 2 orang tenaga ahli dari BATAN Yogyakarta.

Nara Sumber:

  • Dra. Istu Sutarti (KAN)
  • Prof. Drs. Samin Prihatin (BATAN)
  • Prof. Dr. Ir. Agus T. (BATAN)

Materi:

  • Pengenalan ISO/IEC 17025:2005
  • Kiat-kiat Menuju Akreditasi
  • Prosedur Akreditasi Laboratorium
  • Dokumentasi Sistem Manajemen Mutu Laboratorium (Panduan Mutu)
  • Dokumentasi Sistem Manajemen Mutu Laboratorium (Prosedur Mutu, Instruksi Kerja, Formulir, Rekaman)
  • Validasi Metode Pengujian
  • Sistem Kalibrasi dan Ketelusuran Pengukuran

Keawetan Kayu

Keawetan kayu adalah daya tahan suatu jenis kayu terhadap faktor-faktor perusak yang datang dari luar kayu itu sendiri. Secara alami kayu mempunyai keawetan tersendiri, dan berbeda untuk tiap jenis kayu. Keawetan kayu biasanya ditentukan oleh adanya zat ekstraktif yang terkandung di dalam kayu tersebut.

Tabel Komposisi Kimia Kayu
Komponen Kimia Kayu daun lebar (%) Kayu daun jarum (%)
Selulose 40 – 45 41 – 44
Lignin 18 – 33 28 – 32
Pentosan 21 – 24 8 – 13
Zat ekstraktif 1 – 12 2,03
Abu 0,22 – 6 0,89

Faktor Penyebab Kerusakan BCB dari Kayu

Keawetan kayu dalam ketahanan rendah atau tinggi, tergantung pada kondisi dalam pemakaian umur yang diharapkan sesuai dengan hitungan kelasnya. Dalam hal ini perlu diketahui apakah faktor penyebabnya. Adapun faktor penyebabnya digolongkan menjadi:

a. Penyebab non makluk hidup.

Faktor non makhluk hidup ialah pengaruh yang disebabkan oleh unsur pengaruh alam dan keadaan alam itu sendiri. Penyebab non makluk hidup terdiri dari:

Faktor fisik, ialah keadaan atau sifat alam yang mampu merusak komponen kayu sehingga umur pakainya menjadi pendek. Yang termasuk faktor fisik antara lain: suhu dan kelembaban udara, panas matahari, api, udara dan air. Semua yang termasuk faktor fisik itu mempercepat kerusakan kayu bila terjadi penyimpangan. Misalnya bila kayu tersebut terus-menerus kena panas maka kayu akan cepat rusak.

Faktor mekanik, terdiri atas proses kerja alam atau akibat tindakan manusia. Yang termasuk faktor mekanik antara lain: pukulan, gesekan, tarikan, tekanan dan lain sebagainya. Faktor mekanik berhubungan erat sekali dengan tujuan pemakaian.

Faktor kimia, juga mempunyai pengaruh besar terhadap umur pakai kayu. Faktor ini bekerja mempengaruhi unsur kimia yang membentuk komponen seperti selulosa, lignin dan hemiselulosa. Unsur kimia perusak kayu antara lain: pengaruh garam, pengaruh asam dan basa.

b. Penyebab makluk hidup.

Makhluk hidup perusak kayu beraneka macam, kebanyakan serangan perusak ini sangat cepat menurunkan nilai keawetan dan umur pakai kayu. Ada jenis yang langsung memakan komponen kayu tersebut, ada juga yang melapukkan kayu, mengubah susunan kimia kayu, tetapi ada pula yang hanya merusak kayu dengan mengubah warna. Jenis-jenis serangga sering melubangi kayu untuk memakan selulosa dan selanjutnya menjadikan tempat bersarang. Adapun jenis-jenis perusak kayu makhluk hidup antara lain:

Jenis jamur (cendawan), ialah jenis tumbuhan satu sel, yang berkembang biak dengan spora. Hidupnya sebagai parasit terhadap makhluk lain. Umumnya hidup sangat subur di daerah lembab. Jamur terkenal sebagai perusak kayu basah. Hanya ada beberapa jenis yang menyerang kayu kering. Sifat utama kerusakan oleh jamur ialah pelapukan dan pembusukan kayu, tapi ada juga yang merubah warna kayu misalnya jamur biru (blue stain). Macam-macam jamur antara lain: jamur pelapuk kayu, jamur pelunak kayu, jamur pewarna kayu .

Jenis serangga, merupakan perusak kayu yang sangat hebat, terutama di daerah tropik. Serangga tersebut makan dan tinggal di dalam kayu, antara lain: rayap dan serangga bubuk kayu (Dumanauw, 1982, hal 63).

Jenis binatang laut, terkenal dengan nama Marine borer. Kayu yang dipasang di air asin akan mengalami kerusakan lebih hebat daripada kayu yang dipasang di tempat lain. Hampir semua kayu mudah diserang oleh binatang laut. Akan tetapi ada pula beberapa jenis kayu yang memiliki faktor ketahanan, karena adanya zat ekstraktif yang merupakan racun bagi binatang laut, antara lain kayu lara, kayu ulin, kayu giam, dan lain-lain. Setelah diketahui bahwa faktor utama perusak kayu adalah makhluk hidup tertentu, jelas bahwa kayu dapat dilindungi dengan cara mengawetkan. Nilai pakai kayu itu sendiri akan lebih awet dan tahan terhadap perusak-perusak yang telah dijelaskan di muka. Caranya ialah dengan memasukkan bahan-bahan pengawet yang beracun ke dalam kayu. Pengawetan kayu secara umum berarti: usaha manusia untuk menaikkan keawetan kayu dan umur pakainya, sehingga keperluan akan kayu lebih terpenuhi. Umur penggunaan kayu yang pendek dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan. Olek karena itu pengawetan kayu selalu ditujukan pada kayu yang berkeawetan rendah. Jenis-jenis kayu inilah yang perlu ditingkatkan daya tahannya dalam pemakaian. Pengawetan kayu dari segi ilmiah teknis juga merupakan usaha untuk memperbesar sifat keawetan kayu, sehingga penggunaan kayu dapat lebih lama. Tapi yang terpenting, pengawetan kayu berarti: memasukkan bahan racun ke dalam kayu, sebagai pelindung terhadap makhluk-makhluk perusak kayu yang datang dari luar, yaitu jenis-jenis serangga, jamur dan binatang laut. Prinsip memasukkan bahan pengawet (wood preservative) sampai saat ini menunjukkan hasil yang baik. Semua industri pengawetan kayu umumnya menggunakan prinsip ini, hanya macam bahan pengawet berikut cara atau proses memasukkannya yang berbeda

Bahan Pengawet (untuk kayu)

Bahan pengawet kayu adalah suatu senyawa (bahan) kimia, baik berupa bahan tunggal maupun campuran dua atau lebih bahan, yang dapat menyebabkan kayu yang digunakan secara benar akan mempunyai ketahanan terhadap serangan cendawan, serangga, dan perusak-perusak kayu lainnya.

Kemanjuran (evektivitas) bahan pengawet tergantung pada toksisitas (daya racun = daya bunuh) terhadap organisme perusak kayu atau organisme yang berlindung di dalam kayu. Semakin tinggi kemampuan meracuni organisme perusak kayu, semakin manjur dan semakin efektif pula bahan pengawet itu digunakan untuk mengawetkan kayu.

Disamping bersifat racun bagi organisme perusak kayu, bahan pengawet yang layak digunakan dalam proses pengawetan kayu juga harus memenuhi persyaratan berikut:

Bahan pengawet harus mudah meresap pada kayu menuju ke bagian yang cukup dalam.

Bahan pengawet harus dapat digunakan secara mudah dan tidak menimbulkan iritasi pada kulit atau membahayakan kesehatan.

Bahan pengawet tidak mudah menguap dan tidak mudah terurai menjadi unsur-unsur yang tidak beracun, namun harus mampu berada secara permanen di dalam kayu.

Harganya relatif murah serta mudah didapatkan di pasaran.

Bahan pengawet tidak mengkorosikan (mengauskan) logam (sebagai contoh: paku) yang bersentuhan (digunakan bersama) dengan kayu yang diawetkan.

Bahan pengawet tidak mengurangi sifat baik (misal: keindahan dan kekuatan) yang melekat pada kayu.

Bahan pengawet sebaiknya tidak berwarna dan berbau.

Bahan pengawet tidak mudah terbakar.

Bahan pengawet tidak mengembangkan (memperbesar ukuran panjang, lebar, tebal) dimensi kayu.

Oleh karena adanya banyak persyaratan tersebut, bila akan memilih bahan pengawet untuk kayu, kita harus berhati-hati. Kita harus memperhatikan bahan pengawet itu dalam hal toksisitas, keamanan terhadap kesehatan, kebakaran ketahanannya di dalam kayu, harga, korositas, pengkayaan sifat kayu, dan warna.

Bahan pengawet yang memenuhi syarat pemakaian tersebut cukup mudah dijumpai di toko-toko bahan kimia. Bahan pengawet demikian tersedia dalam berbagai ragam. Dari segi jenis, sifat fisiko kimia, dan bentuknya, kita dapat membedakan bahan pengawet yang satu terhadap bahan pengawet yang lain. Ada bahan pengawet yang berupa cairan, padat, serbuk dan emulsi ini perlu dilarutkan dalam pelarut yang sesuai.

Begitu banyaknya bahan pengawet ini, sehingga ada beberapa pakar atau lembaga yang berusaha mengelompokkan bahan-bahan pengawet ini. Untuk mempermudah pemanfaatan bahan pengawet kayu ini, kita perlu mencari cara pengelompokan tertentu, yaitu pengelompokan yang didasarkan pada cara pemakaian bahan pengawet. Berdasarkan cara pemakaian ini, bahan pengawet kayu digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu bahan pengawet kayu berupa minyak, bahan pengawet kayu yang dilarutkan dalam minyak, bahan pengawet kayu yang dilarutkan dalam air.

Dalam penelitian ini kita menggunakan bahan pengawet tradisional yang dilarutkan dalam air. Bahan pengawet yang dilarutkan dalam air mempunyai banyak kelebihan. Pertama karena bahan pelarutnya berupa air, larutan bahan pengawet ini relatif lebih murah dibanding dengan bahan pengawet lain. Kedua, bahan pengawet ini bebas dari bahaya kebakaran dan peledakan selama proses pengawetan. Ketiga, bahan pengawet ini mudah meresap ke dalam kayu. Keempat, bahan pengawet ini mudah diperoleh.

Meskipun demikian, bahan pengawet larut air ini juga mengandung kelemahan. Pertama, karena sifat higrorkopis dari kayu, kayu yang diawetkan akan memuai ukuran dimensinya. Kedua, air sebagai bahan pelarut akan membasahi kayu sehingga untuk penggunaan tertentu kayu harus dikeringkan lagi. Proses pengeringan ini akan menyusutkan kembali ukuran kayu. Ketiga, bahan pengawet ini tidak memberi perlindungan kayu terhadap pelapukan dan keausan mekanis. Keempat, bahan pengawet ini lebih mudah luntur, terurai dan semakin lama berkurang kadarnya pada kayu yang diawetkan apabila kayu ini digunakan dalam kondisi yang berhubungan dengan air atau tanah yang basah.

Bahan pengawet ini lebih sesuai digunakan untuk mengawetkan kayu yang akan digunakan di tempat kering, misal kayu bangunan, terutama yang menekankan aspek kebersihan dan tidak berbau.

(sumber Studi Pengawetan Kayu Secara Tradisional)

Konservasi Peninggalan Bawah Air

Konservasi atau penanganan benda cagar budaya bawah air sangat berbeda dengan pananganan dan konservasi benda cagar budaya yang ada di darat. Hal tersebut dikarenakan kondisi lingkungan yang berbeda. Selain itu bcb yang ada di laut juga akan lain penanganannya dengan bcb yang ada di sungai maupun rawa.

Dalam melakukan penanganan bcb bawah air khususnya dalam melakukan pengangkatan bcb dari dasar laut harus dilakukan secara cermat dan hati-hati serta adanya persiapan yang matang agar tindakan yang dilakukan tidak membahayakan bcb itu sendiri.

Yang harus diperhatikan disini adalah kondisi antara dasar lautv tempat bcb ditemukan dengan permukaan pasti berbeda. permasalahan yang dihadapi adalah tekanan udara, perbedaan tekanan udara dapat menyebabkan bcb jadi rusak.

tahap selanjutnya adalah pengurangan kadar garam. karena bcb bawah air berada di dasar laut dalam jangka waktu yang lama tentu akan mengandung kadar garam yang tinggi. pengurangan kadar garam dilakukan secara bertahap dan memerlukan prosos waktu yang lama sampai kondisi bcb tersebut mendekati stabil.

Tahap berikutnya adalah menghilangkan kerak-kerak maupun karang yang menenpel pada permukaan bcb. tahap ini juga memerlukan penanganan yang cermat karena apabila tidak hati2 justru akan menghilangkan patina dari benda tersebut.

Monitoring

Untuk menjaga kelestarian Candi Borobudur dari kerusakan material dan struktur bangunan diperlukan suatu usaha atau kegiatan monitoring. Monitoring yang dilakukan antara lain monitoring lingkungan, monitoring geohidrologi, monitoring keterawatan batu candi, monitoring kebocoran, monitoring stabilitas struktur dan bukit, monitoring pengamanan dan pemanfaatan.
Hasil monitoring tersebut dievaluasi sehingga dapat diketahui dampak-dampak negatif yang timbul dari pemanfaatan candi Borobudur sebagai obyek wisata. dari hasil monitoring pula didapat data-data untuk melakukan tindakan yang dapat menekan adanya kerusakan baik material maupun struktur dari bangunan candi Borobudur.

Hubungan Klimatologi Dengan Konservasi

Klimatologi adalah ilmu yang mempelajari atau menyelidiki tentang iklim. Yang dimaksud dengan iklim adalah keadaan cuaca pada suatu daerah tertentu pada jangka waktu yang panjang. Sedangkan cuaca adalah keadaan atmosfer pada suatu waktu.

Unsur-unsur iklim

· Suhu

· Kelembapan

· Penyinaran matahari

· Penguapan

· Hujan

· Angin

· Tekanan udara

Klimatologi dibagi menjadi dua yaitu makro klimatologi dan mikroklimatologi. Makro klimatologi adalah klimatologi yang mempelajari sifat-sifat atmosfer pada daerah yang luas. Sedangkan mikro klimatologi adalah klimatologi yang mempelajari ilkim pada daerah yang sempit.

Peranan Klimatologi dalam konservasi

Klimatologi mempunyai peranan yang penting dalam pelaksanaan konservasi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor iklim sangat erat hubungannya dengan proses kerusakan dan pelapukan benda cagar budaya.

Hubungan faktor iklimdan kerusakan bcb
FAKTOR IKLIM KERUSAKAN
Suhu udara khemis,mekanis
Kelembapan biologis, mekanis
Penyinaran matahari fisik, mekanis
Penguapan khemis, mekanis
Hujan biologis, khemis, mekanis
Angin biologis, mekanis
Tekanan udara mekanis

Pengelolaan Warisan Budaya Dunia di Indonesia

Pengelolaan warisan budaya dunia di Indonesia sangat penting dilakukan mengingat besarnya kekayaan budaya yang dimiliki. Kekayaan budaya Indonesia tersebut selain yang telah terdaftar sebagai warisan dunia, banyak yang berpotensi untuk diajukan sebagai warisan dunia. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana pengelolaan warisan-warisan budaya tersebut. Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut, maka harus dimulai dari pertanyaan yang lebih mendasar, seperti; apa yang dimaksud dengan Warisan? Dan apa yang disebut Warisan Budaya Dunia dan Warisan Alam Dunia?

Baca lebih lanjut